IAWNews.com — Gelombang curahan hati masyarakat tentang pengalaman buruk berhadapan dengan aparat kepolisian tengah membanjiri kotak surat elektronik Panitia Lomba Menulis PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia) 2025. Lomba bertema “Pengalaman Buruk dengan Polisi Indonesia” itu ternyata membuka ruang baru bagi warga untuk menyuarakan keresahan mereka terhadap praktik penegakan hukum yang kerap dianggap tidak berkeadilan.
Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, menyebut, masuknya banyak tulisan dari berbagai kalangan menunjukkan bahwa masyarakat memang mendambakan wadah untuk berbicara jujur tanpa takut dibungkam.
“Alhamdulillah, Puji Tuhan, setelah perpanjangan waktu lomba, kini mulai banyak tulisan dari masyarakat yang masuk ke email panitia. Ini indikasi bahwa lomba ini bukan sekadar kompetisi, tapi kebutuhan rakyat untuk menyampaikan unek-unek tentang pengalaman pahit saat berurusan dengan polisi”, kata Wilson Lalengke, yang juga alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, dalam keterangannya, Selasa (04/11/2025).
PPWI mencatat bahwa peserta lomba berasal dari berbagai lapisan masyarakat mulai dari warga biasa, jurnalis, aktivis hak asasi manusia, pembela petani, hingga anggota kepolisian sendiri. “Ini menunjukkan bahwa problem kepercayaan dan integritas penegakan hukum bukan milik satu pihak saja. Bahkan, dari dalam tubuh kepolisian pun ada yang merasa perlu berbagi cerita”, ujar Wilson Lalengke.
Beberapa tulisan, lanjutnya, menyingkap kisah-kisah absurd yang menggambarkan lemahnya profesionalitas penegakan hukum.
“Ada warga yang dipanggil polisi atas laporan orang yang sudah lama meninggal dunia. Bayangkan, laporan dari ‘mayat’ bisa diproses secara hukum. Ini tentu bukan sekadar kelucuan, tapi cermin dari persoalan serius dalam sistem kerja dan integritas aparat”, ungkap Wilson Lalengke, yang juga dikenal sebagai petisioner HAM di Komite Keempat PBB tahun 2025.
Fenomena ini tak hanya soal keluhan terhadap polisi, tapi juga refleksi budaya hukum Indonesia yang kerap menempatkan warga di posisi inferior di hadapan otoritas. Lomba menulis yang diinisiasi PPWI itu, secara tidak langsung, menjadi kanal kultural untuk membangun kembali relasi yang sehat antara masyarakat dan aparat penegak hukum.
Dalam konteks politik dan budaya hukum, kebebasan menyampaikan pengalaman pribadi seperti ini menjadi bentuk perlawanan simbolik terhadap ketakutan kolektif yang selama ini mengekang masyarakat untuk bersuara.
“Kompetisi ini lebih dari sekadar lomba menulis. Ini platform untuk kebenaran, akuntabilitas, dan perubahan. Kami ingin membantu membangun Polri yang lebih transparan dan profesional sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat”, jelas Wilson Lalengke.
PPWI membuka kesempatan hingga 15 Desember 2025 bagi siapa pun, tanpa batas usia, profesi, atau kewarganegaraan untuk mengirimkan tulisan tentang pengalaman pribadinya berurusan dengan polisi. Naskah dapat dikirim ke lomba.menulis.ppwi@gmail.com disertai identitas penulis, dengan ketentuan lengkap dapat dibaca di situs resmi PPWI: pewarta-indonesia.com.
Panitia juga membuka jalur komunikasi melalui nomor kontak: 081371549165 (Shony), 081378957515 (Julian), dan 089622901993 (Neneng).
Lomba ini bukan sekadar ajang berbagi kisah, tapi juga cermin dari dinamika politik kebudayaan Indonesia yang sedang berjuang menata ulang makna “pelindung masyarakat” dalam konteks modernitas dan demokrasi. Ketika pena rakyat mulai menulis, bisa jadi itulah awal perubahan menuju keadilan yang lebih manusiawi. (tim/red)

