IAWNews.com – Indonesia Accountability Watch (IAW) mengungkap skandal besar yang mengguncang sektor pangan nasional. Sebanyak 300 ribu ton beras impor tahun 2024 ditemukan dalam kondisi berkutu dan tidak layak konsumsi di gudang Perum Bulog. IAW menilai kasus ini sebagai bentuk korupsi dan gratifikasi, dengan dugaan kerugian negara mencapai Rp3 triliun.
Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto (dalam laporan Fajar.co.id pada 15 Maret 2025) menemukan beras yang telah mengendap di gudang Bulog dalam kondisi tidak layak konsumsi. Menteri Pertanian Amran Sulaiman serta Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menegaskan bahwa beras berkutu tidak boleh didistribusikan ke masyarakat dan hanya layak dijadikan pakan ternak (SinPo.id, 18 Maret 2025).
Pada tahun 2024, Indonesia mengimpor 4,52 juta ton beras untuk menanggulangi kelangkaan pangan. Namun, alih-alih segera didistribusikan, ditemukan adanya penimbunan 300 ribu ton beras yang justru membusuk di gudang Bulog.

IAW menuding mafia beras telah menyusupi Bulog, memanfaatkan kelangkaan beras demi keuntungan pribadi. Modus yang diduga digunakan adalah :
- Mafia beras membeli stok Bulog dengan uang muka sekitar 20%, tetapi beras tetap disimpan di gudang Bulog.
- Beras baru dijual ketika harga di pasar naik, sehingga keuntungan berlipat ganda.
- Bulog dijadikan alat spekulasi, mengorbankan kepentingan masyarakat yang membutuhkan beras dengan harga stabil.
IAW mendesak Presiden Prabowo Subianto dan jajarannya untuk :
- Mengusut tuntas skandal ini, menindak tegas mafia beras dan oknum Bulog yang terlibat.
- Mensterilkan Bulog dari kepentingan kelompok tertentu agar kembali berfungsi sesuai PP No. 13 Tahun 2016, yaitu menjaga stabilitas harga dan mutu bahan pangan.
- Menjatuhkan hukuman berat bagi pelaku kejahatan pangan demi melindungi kesejahteraan masyarakat.
“Penimbunan beras dalam situasi kelangkaan pangan adalah kejahatan serius terhadap rakyat. Negara harus tegas memberantas mafia pangan demi kesejahteraan masyarakat”, tegas Hasan Basri, Direktur Eksekutif IAW.
Kasus ini semakin memperkuat tuntutan agar sektor pangan nasional dikelola dengan transparan dan bebas dari praktik korupsi. Mampukah pemerintah mengusut skandal ini hingga tuntas ?. Masyarakat menunggu langkah nyata !. (tim/red)