IAWNews.com – Purnawirawan jenderal polisi dan pakar hukum, Irjen. Pol. (Purn) Ricky Herbert Parulian Sitohang, S.H., angkat bicara soal penahanan selebritas Nikita Mirzani yang ramai diperbincangkan publik. Dalam keterangannya, mantan Sahlijemen Kapolri itu menegaskan bahwa seluruh proses hukum yang dijalani Nikita telah sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Saya ikuti semua dari awal peristiwa. Kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka, itu artinya penyidik sudah memiliki minimal dua alat bukti. Itu prinsip dasar hukum pidana”, kata Irjen (Purn) Ricky Sitohang, S.H., kepada awak media (05/06/2025).

Irjen (Purn) Ricky Sitohang, S.H., juga menanggapi kritik sebagian pihak, termasuk dari tim kuasa hukum Nikita Mirzani, yang menilai proses penahanan dan pelimpahan perkara terlalu cepat atau terkesan dipaksakan. “Perpanjangan penahanan itu bukan sesuatu yang dipaksakan. Kadang saya bertanya-tanya, pengacara ini baca tidak KUHAP ?. Baca tidak asas-asas hukumnya ?”, katanya.
Turut dijelaskan oleh Irjen (Purn) Ricky Sitohang, S.H., soal penggunaan borgol terhadap Nikita Mirzani saat proses pelimpahan tahap dua ke Kejaksaan Tinggi. Dirinya menegaskan bahwa penggunaan borgol merupakan prosedur tetap dan bukan bentuk kriminalisasi atau penghinaan.
“Itu bukan untuk menyakiti atau mempermalukan. Setiap tersangka atau terdakwa, bila dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, wajib diborgol. Itu untuk keamanan bersama”, ujar Irjen (Purn) Ricky Sitohang, S.H.

Begitu juga dengan penempatan Nikita Mirzani di Rutan Pondok Bambu. Menurut Irjen (Purn) Ricky Sitohang, S.H., keputusan tersebut adalah bentuk pemisahan gender yang wajar dan sudah sesuai aturan.
“Setelah tahap dua, kewenangan penahanan berpindah ke Jaksa Penuntut Umum. Jadi penempatan di Rutan Pondok Bambu adalah hal normal karena dia perempuan. Tidak ada yang salah dari itu”, imbuh Irjen (Purn) Ricky Sitohang, S.H.
Menanggapi sorotan publik mengenai jumlah jaksa yang menangani kasus ini, Irjen (Purn) Ricky Sitohang, S.H., menepis anggapan bahwa pengerahan enam jaksa merupakan tanda kasus ini diistimewakan. Baginya, hal itu semata demi efektivitas kerja.
“Enam jaksa itu hal biasa. Di kepolisian pun bisa saja gelar perkara melibatkan 12 orang. Justru itu menunjukkan upaya mempercepat penanganan, bukan sebaliknya”, jelas Irjen (Purn) Ricky Sitohang, S.H.

Ditekankan pula oleh Irjen (Purn) Ricky Sitohang, S.H., agar publik tidak terjebak pada narasi spekulatif bahwa kasus ini dipolitisasi atau dipaksakan.
“Jangan berandai-andai. Fakta hukumnya jelas, prosedurnya juga sah. Semua yang dilakukan sudah sesuai jalur. Kita serahkan prosesnya kepada persidangan nanti”, pungkas Irjen (Purn) Ricky Sitohang, S.H.
Dengan pernyataan ini, Irjen (Purn) Ricky Sitohang, S.H., berharap masyarakat dapat menilai secara objektif bahwa hukum sedang dijalankan sebagaimana mestinya, tanpa intervensi dan sensasi yang tidak perlu. (tim/red)