IAWNews.com – Badan Kepegawaian Negara (BKN) secara resmi merilis jadwal lengkap pengisian Daftar Riwayat Hidup (DRH) dalam rangka rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. Kepala BKN, Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, menegaskan bahwa tidak akan ada perpanjangan waktu bagi instansi yang tidak mengajukan kebutuhan formasi.
“Kami harap seluruh instansi segera mengajukan kebutuhan formasi PPPK Paruh Waktu. Tidak akan ada perpanjangan waktu. Jika tidak mengajukan, maka dianggap tidak memerlukan formasi”, kata Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh.
Pernyataan tegas itu memicu pertanyaan serius, khususnya bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat daerah dengan jumlah tenaga honorer terbanyak di Indonesia.

Berdasarkan data resmi BKN :
- Total tenaga honorer di Pemprov Jabar: 27.417 orang.
- Formasi PPPK penuh waktu tahap I: 4.064 formasi
- Formasi tambahan tahap II: 7.000 formasi.
- Masih menunggu kepastian: ±16.000 orang
Ketidaksiapan administratif dalam mengajukan formasi dinilai bukan lagi soal teknis, tapi bentuk pengabaian hak dasar ribuan pekerja yang telah lama mengabdi. Banyak pihak mempertanyakan apakah Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan seluruh OPD di lingkungan Pemprov Jabar sudah menjalankan instruksi BKN secara serius.
Sementara itu Hani Siswadi, SH. M.Si., seorang praktisi hukum dan pakar pemerintahan, menyoroti lemahnya tanggung jawab pemerintah daerah dalam merespons kebijakan nasional.
“Kalau Jawa Barat yang punya kekuatan sumber daya dan birokrasi digital saja tidak gesit, bagaimana dengan daerah lain? Keterlambatan ini bisa dilihat sebagai bentuk pembiaran terhadap nasib ribuan tenaga honorer”, ujar Hani Siswadi, SH. M.Si.
Sedangkan Hisar Pardomuan selaku Ketua Ruang Jurnalis Nusantara (RJN) Bekasi Raya sekaligus pemerhati kebijakan publik, menegaskan bahwa isu ini bukan hanya tentang kepegawaian.
“Kita bicara soal ribuan orang yang telah bekerja puluhan tahun tanpa kepastian. Jika Pemprov Jabar tidak mampu mengurus ini, lantas untuk siapa birokrasi ini dibentuk? Gubernur harus turun tangan langsung!”, kata Hisar Pardomuan
Selain itu Hisar Pardomuan juga mengingatkan agar media dan masyarakat sipil terus mengawal isu ini agar tidak tergerus dalam laporan administratif yang tidak mencerminkan realitas.
Seorang tenaga honorer yang telah bekerja selama 18 tahun di salah satu OPD Pemprov Jabar, sebut saja Mr. X, menyuarakan kritik keras kepada pemerintah provinsi. “Kami bukan angka di laporan. Kami manusia. Kalau formasi tidak diajukan, apakah itu bentuk terima kasih atas pengabdian kami? Sudah cukup kami jadi penonton. Bergeraklah, atau turun dari jabatan”, tegasnya.
BKN telah menetapkan tahapan dan tenggat waktu secara rinci :
- Usulan kebutuhan instansi 1 – 20 Agustus 2025
- Penetapan kebutuhan Menpan-RB 1 – 20 Agustus 2025
- Pengumuman alokasi formasi 1 – 20 Agustus 2025
- Pengisian DRH oleh peserta 5 Agustus – 5 September 2025
- Pengusulan penetapan NIP 5 Agustus – 10 September 2025
- Penetapan NIP PPPK Paruh Waktu 5 Agustus – 20 September 2025
Dengan jadwal ini, PPPK Paruh Waktu diproyeksikan sudah memiliki NIP paling lambat akhir September 2025.
Pertanyaan yang Harus Dijawab Pemprov Jabar :
- Sudahkah seluruh instansi dan OPD mengajukan formasi PPPK Paruh Waktu sesuai jadwal?
- Apa langkah sosialisasi yang telah dilakukan kepada para tenaga honorer?
- Jika formasi tidak diajukan, siapa yang akan bertanggung jawab terhadap dampaknya?
Program PPPK Paruh Waktu adalah bagian dari transformasi birokrasi bukan hanya efisiensi anggaran, tapi juga bentuk penghargaan terhadap para tenaga honorer yang selama ini bekerja dalam ketidakpastian.
Jika Pemprov Jabar gagal bertindak tepat waktu, bukan hanya formasi yang hilang, tapi juga kepercayaan publik.
“Jangan sampai Jawa Barat tercatat sebagai provinsi dengan honorer terbanyak, tapi juga yang paling lambat bertindak”, pungkas Hisar Pardomuan.
Waktu terus berjalan. Jadwal sudah ditetapkan. Rakyat menunggu. Apakah Gubernur Jawa Barat akan turun tangan dan bergerak cepat atau memilih diam saat ribuan tenaga honorer menanti keadilan ?. (tim/red)