IAWNews.com – Isu dugaan politik uang dalam pemilihan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dari unsur DPD terus menjadi sorotan. Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Nasional, Wilson Lalengke, turut memberikan tanggapan tegas terkait skandal ini.
Dalam keterangannya kepada media pada Minggu (16/02/2025), Wilson Lalengke menegaskan bahwa dirinya percaya informasi yang diungkapkan Ifan mengenai dugaan suap kepada 95 anggota DPD RI adalah benar. “Yang disuap 95 orang, saya yakin informasi Ifan benar dan faktual. Mungkin anggota yang didampingi Yefta tidak masuk dalam 95 orang itu, jadi dia tidak tahu permainan di lembaga itu”, katanya.
Menurut Wilson Lalengke, praktik politik uang bukanlah hal baru dalam dunia politik Indonesia. Ia menilai sistem transaksional sudah mengakar dalam berbagai level, mulai dari pemilihan anggota legislatif hingga jabatan eksekutif. “Jangankan jadi ketua, saat mau jadi anggota dewan saja mereka sudah main uang, apalagi untuk jadi pimpinan lembaga. Semuanya begitu, di DPR RI juga sama, termasuk di daerah-daerah. Uang jadi alat bargaining untuk jadi pimpinan”, tegasnya.
Bahkan, Wilson Lalengke menyinggung bahwa praktik serupa terjadi dalam berbagai sektor, termasuk pemilihan ketua organisasi. Dengan nada sarkastik, ia mencontohkan pemilihan ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang menurutnya juga melibatkan uang.
Lebih lanjut, Wilson Lalengke mengungkapkan bahwa praktik setoran juga terjadi dalam penunjukan jabatan strategis di pemerintahan, termasuk posisi menteri. “Jaman Jokowi, untuk jadi menteri harus setor antara 400 miliar hingga Rp3 triliun. Saya belum dapat informasi untuk menteri-menteri jaman Prabowo, berapa setoran untuk jadi menteri, tapi saya yakin pasti pakai setoran”, ujarnya.
Wilson Lalengke juga mempertanyakan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus suap dan korupsi di kalangan pejabat tinggi. Ia menilai bahwa sistem politik yang sarat dengan uang membuat lembaga antikorupsi itu sulit bergerak. “Oleh karena itu, KPK sulit bergerak memproses para pejabat itu, semuanya duit. Untuk jadi pimpinan KPK juga harus pakai duit. Apakah mungkin sapu kotor dipakai menyapu jalanan kotor?”, katanya.
Pernyataan Wilson Lalengke ini semakin memperkeruh situasi yang telah memanas setelah Ifan mengungkap dugaan suap dalam pemilihan pimpinan DPD RI. Sebelumnya, aktivis Aliansi Masyarakat Pemuda Nusantara Merah Putih (AMPUH), Yefta Bakarbessy, membantah tudingan Ifan dan menegaskan bahwa selama dirinya mendampingi salah satu senator asal Papua Barat, tidak ada indikasi suap.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak terkait seperti KPK, Istana, dan Badan Kehormatan (BK) DPD RI belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan yang semakin meluas ini. (tim/red)