IAWNews.com – Sabtu, 04 Januari 2025, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 1 Regional 7 diduga melakukan tindakan brutal dengan meratakan sekitar 40 rumah warga dan bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Mathla’ul Anwar di RT 040, Dusun IX, Tanjung Rejo 2, Desa Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Tindakan ini mendapat kecaman keras dari umat Islam, pendiri ponpes, dan jamaah yang rutin melaksanakan kegiatan keagamaan di lokasi tersebut.
Kekecewaan dan kemarahan diungkapkan oleh Ustad Muhamad Rofiudin selaku pendiri ponpes atas insiden tersebut. Saat ditemui setelah penggusuran, dirinya mengungkapkan bahwa penghancuran dilakukan tanpa pemberitahuan dan menggunakan alat berat.
“Penghancuran ponpes ini sangat melukai hati kami, menyakiti para santri, jamaah, dan umat Islam secara umum. Tanpa ada konfirmasi atau pemberitahuan sebelumnya, bangunan ponpes kami diratakan menggunakan ekskavator”, tutur Ustad Muhamad Rofiudin dengan nada sedih dan geram.
Ustad Muhamad Rofiudin juga melaporkan kerugian besar yang dialami akibat peristiwa ini. “Banyak Al-Qur’an dan kitab suci lainnya rusak atau hilang. Peralatan seperti mesin air, tangki wudhu, dan speaker besar untuk pengajian juga raib. Ini bukan hanya soal material, tetapi juga nilai-nilai agama yang diinjak-injak”, katanya.
Kejadian ini memicu kemarahan umat Islam setempat, yang menganggap tindakan tersebut tidak hanya merugikan secara material tetapi juga melukai hati mereka sebagai komunitas beragama. Pendiri ponpes dan jamaah menuntut agar PTPN 1 bertanggung jawab atas insiden ini.
“Kami mengecam keras tindakan ini. Ini bukan hanya perusakan, tetapi juga dapat dianggap sebagai bentuk penistaan terhadap agama Islam”, tegas Ustad Muhamad Rofiudin.
Dari Jakarta, Wilson Lalengke, tokoh nasional dan alumni PPRA-48 Lemhannas RI, turut mengecam tindakan PTPN 1. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai perilaku barbar yang mencoreng nilai-nilai kebangsaan.
“Pengelola BUMN seperti PTPN 1 telah menunjukkan moralitas buruk. Mereka tega menghancurkan fasilitas keagamaan umat. Jika dibiarkan, ini dapat menjadi preseden buruk yang membahayakan keharmonisan bangsa”, ujar Wilson Lalengke.
Oleh karena itu Wilson Lalengke juga mendesak pemerintah untuk segera membenahi mentalitas aparat dan pengelola BUMN agar kejadian serupa tidak terulang.
Insiden ini menarik perhatian publik, khususnya umat Islam di Indonesia, yang berharap agar pemerintah dan pihak terkait segera menyelesaikan konflik secara adil dan transparan. Masyarakat luas menunggu tindakan tegas dari pemerintah untuk memastikan bahwa hak-hak warga dan nilai-nilai keagamaan dihormati. Sementara itu, pihak PTPN 1 belum memberikan tanggapan resmi terkait insiden ini. (tim/red)