Categories Hukum & Kriminal,

Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo Dipecat sebagai Pengacara Cerminan Krisis Hukum Indonesia

IAWNews.com – Dunia hukum Indonesia kembali diguncang dengan pemecatan dua advokat kontroversial, Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo, melalui pembekuan Berita Acara Pengambilan Sumpah oleh Pengadilan Tinggi Ambon dan Pengadilan Tinggi Banten. Keputusan tersebut diambil karena keduanya dianggap telah melecehkan pengadilan, yang membuat mereka dinilai tidak lagi layak menjalankan profesi sebagai advokat.

Pemecatan Razman dan Firdaus menambah deretan panjang polemik dalam dunia peradilan di Indonesia. Fenomena Razman yang kerap menunjukkan sikap emosional dalam persidangan, termasuk saat berseteru dengan pengacara Hotman Paris Hutapea, dianggap sebagai refleksi dari semakin rusaknya sistem hukum di negeri ini. Kasus ini bahkan dinilai oleh banyak pihak sebagai simbol kegagalan hukum dan peradilan yang seharusnya menjadi benteng keadilan bagi masyarakat.

Kekecewaan publik terhadap sistem hukum Indonesia bukanlah hal baru. Banyak masyarakat sudah apatis terhadap proses peradilan yang dianggap lebih berpihak pada kepentingan tertentu dibandingkan menegakkan keadilan. Insiden-insiden yang mencerminkan ketidakadilan semakin sering terjadi, mulai dari aksi seorang bapak yang nekat bertelanjang di ruang sidang PN Bekasi karena frustrasi terhadap dugaan konspirasi hukum, hingga banyaknya kasus kriminalisasi terhadap warga yang dilakukan oleh oknum aparat hukum.

Rakyat semakin sering melihat bagaimana sistem hukum lebih menguntungkan mereka yang memiliki kekuatan finansial dan hubungan kuat dengan elite kekuasaan. Para pengacara, jaksa, hakim, dan polisi yang hidup dalam kemewahan seringkali menimbulkan pertanyaan besar: dari mana sumber kekayaan tersebut? Berbagai kasus suap di kalangan aparat hukum, termasuk yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, dengan barang bukti hampir Rp1 triliun, semakin memperjelas betapa korupnya sistem hukum Indonesia.

Dengan situasi hukum yang carut-marut, banyak pihak menilai bahwa peradilan Indonesia kini lebih sering dijadikan alat oleh para mafia hukum untuk menekan orang-orang yang tidak bersalah. Akibatnya, penjara-penjara di seluruh negeri dipenuhi oleh mereka yang menjadi korban kriminalisasi, sementara para pelaku kejahatan justru bebas berkeliaran dengan perlindungan dari sistem hukum yang seharusnya menindak mereka.

Dalam keadaan seperti ini, masyarakat menjadi semakin enggan untuk melawan ketidakadilan. Apatisme publik semakin tinggi karena mereka melihat bahwa berbicara lantang untuk keadilan justru berisiko dijerat hukum secara sewenang-wenang.

Sejumlah pihak masih berupaya untuk memperbaiki situasi ini. Berbagai diskusi dan seruan reformasi hukum terus digaungkan, baik oleh masyarakat sipil maupun oleh sebagian kecil kalangan penegak hukum yang masih memiliki integritas. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa hukum di Indonesia masih jauh dari kata ideal.

Pemecatan Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo mungkin hanya satu episode dari drama panjang ketidakadilan di negeri ini. Namun, apakah ini akan menjadi titik balik bagi sistem hukum Indonesia atau justru semakin memperjelas bahwa dewi keadilan sedang sekarat? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. (wil)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like