Categories Film & Musik

Solo City Jazz 2025 Hadir di Solo, Jazz and Beyond

IAWNews.com – Lebih dari sekadar festival musik, Solo City Jazz (SCJ) adalah kisah tentang konsistensi, mimpi, dan cinta pada kota. Sejak pertama kali digelar pada 2009, festival ini lahir dari semangat tiga sosok yang bersahabat dalam musik dan visi: Wenny Purwanti (CEO CPro), Gideon Momongan (Festival Director), dan Indrawan Ibonk (Production Director). Ketiganya menolak terburu-buru menjadi besar, memilih tumbuh pelan tapi pasti—membangun tradisi jazz tahunan yang menjadi kebanggaan Kota Solo.

Kini, perjalanan panjang itu telah mencapai titik ke-13. Tahun 2025 menjadi penanda istimewa, ketika SCJ kembali hadir di jantung kota budaya, tepatnya di Pamedan Mangkunegaran, Surakarta. Dengan tema yang tetap setia pada ruhnya “Jazz and Beyond”, festival ini menjanjikan perayaan musik lintas generasi, dari musisi muda hingga legenda hidup.

SCJ selalu memberi ruang bagi musisi asal Solo, dan tahun ini pun tak berbeda. Ada Pung & Friends dengan proyek “Ing Jazz Triwindu”, juga Pilipe – Solo Jazz Activity, serta Aditya Ong Quartet. Tiga nama ini adalah representasi kebanggaan lokal dari generasi berbeda, membuktikan bahwa jazz Solo punya denyutnya sendiri.

“Kami ingin selalu ada ruang bagi musisi Solo, karena mereka bagian dari identitas festival ini”, ungkap Gideon Momongan.

Yang membuat SCJ 2025 semakin istimewa adalah kehadiran sosok legendaris Margie Segers. Sejak akhir 1960-an, ia dikenal sebagai penyanyi dengan suara penuh warna mulai dari blues, pop, soul, hingga jazz. Bagi penonton muda, mungkin nama ini terdengar klasik, tapi justru itulah kekuatan festival: menyatukan sejarah dengan masa kini.

Di sisi lain, SCJ juga membuka panggung untuk band-band yang lekat dengan generasi baru. Utara dan Float hadir membawa nuansa segar, sementara Efek Rumah Kaca yang punya basis penggemar loyal siap memberi sentuhan berbeda dalam skema jazz lintas genre.

Dan tentu saja, ada Sandhy Sondoro—penyanyi dengan suara khas yang telah melanglang buana ke kancah internasional. Untuk pertama kalinya, Sandhy ikut memeriahkan Solo City Jazz, sebuah capaian yang jelas menambah bobot festival tahun ini.

Bagi penyelenggara, SCJ bukan sekadar pertunjukan musik. Festival ini adalah cara membuat kota Solo semakin “jazzy”, tidak hanya di panggung, tapi juga di atmosfer kotanya.

“Ketika festival ini membuat Solo terasa jazzy, otomatis warganya pun ikut lebih jazz. Filosofi sederhana ini menjelaskan kenapa festival tidak mengejar gegap-gempita semata, melainkan kontinuitas”, kata Wenny Purwanti.

Tak bisa dipungkiri, perjalanan hingga edisi ke-13 ini juga ditopang oleh banyak pihak. Sponsor seperti PT Pegadaian, PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), Wings Group, Kapal Api, Aktifas Pro, Sphink Advertising, MLD Spot, hingga dukungan lokal seperti Batik Ria, Soto Segar Boyolali (SSB), Hotel Sahid, Nano Bank, dan Cleo Air Mineral, menjadi energi tambahan bagi SCJ. Tidak ketinggalan, media dan wartawan yang sejak awal setia mengabarkan festival ini.

Dengan sajian musik yang merentang dari jazz murni hingga kolaborasi lintas genre, SCJ 2025 menegaskan posisinya sebagai ruang perjumpaan. Di sinilah jazz bukan sekadar musik, melainkan bahasa untuk menyatukan orang dari berbagai latar.

Dan bagi kota Solo, setiap denting nada di Pamedan Mangkunegaran bukan hanya hiburan, tetapi bagian dari perjalanan budaya. Perjalanan yang dimulai 15 tahun lalu, dan tampaknya masih akan terus berlanjut selama ada semangat untuk menjaga kota ini tetap jazzy. (sulis)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like