IAWNews.com – Proses hukum sengketa lahan di Kota Sorong kembali menuai sorotan publik. Kali ini, sorotan tertuju kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Sorong, Beauty Deitje Elisabeth Simatauw, S.H., M.H., yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim dalam perkara perdata antara PT. Bagus Jaya Abadi (BJA) melawan Samuel Hamonangan Sitorus.
Diduga, Ketua PN Sorong tidak menjalankan prosedur persidangan secara profesional. Hal ini disampaikan langsung oleh pengacara tergugat, Advokat Simon Maurits Soren, S.H., M.H., yang mempertanyakan sikap majelis hakim yang enggan menyampaikan putusan sela atas eksepsi yang telah diajukan pihaknya.
“Saya heran, mengapa majelis hakim tidak mau melakukan sidang penyampaian putusan sela atas eksepsi yang kita ajukan. Ini sangat aneh dan menimbulkan tanda tanya, ada apa?”, kata Simon Maurits Soren, S.H., M.H., kepada media, Senin malam (28/07/2025).
Dalam sidang sebelumnya, Simon Maurits Soren, S.H., M.H., telah menyampaikan eksepsi atas gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat melalui kuasa hukumnya, Albert Fransstio. Tiga poin utama menjadi dasar eksepsi tersebut :
- Legal Standing Diragukan
Penggugat dinilai tidak memiliki dasar hukum untuk menggugat karena Surat Pelepasan Hak Atas Tanah Adat tertanggal 11 Februari 2013 ditujukan kepada Paulus George Hung, bukan kepada Ronal L. Sanuddin atau PT. BJA. Diduga kuat nama Paulus sengaja dihilangkan dari berkas gugatan karena statusnya sebagai warga negara asing (Malaysia), yang menurut Undang-Undang Pokok Agraria tidak berhak memiliki tanah di Indonesia. - Gugatan Kabur (Obscuur Libel)
Lokasi dan luasan tanah dalam gugatan dianggap tidak jelas, serta berbasis pada SK Walikota dan izin reklamasi yang diduga cacat hukum. Selain itu, ada indikasi penyalahgunaan wewenang serta pemalsuan dokumen dalam proses perizinan tersebut. - Kurang Pihak (Error in Persona)
Gugatan tidak menyertakan sejumlah pihak yang seharusnya ikut digugat, seperti Walikota Sorong, BPN Kota Sorong, serta dua oknum warga pemilik awal tanah adat.
Alumni Lemhannas RI dan tokoh pers nasional, Wilson Lalengke, turut angkat bicara soal dugaan ketidakprofesionalan hakim. Ia menyayangkan sikap Ketua PN Sorong yang dinilai lalai menjalankan tugas secara adil dan prosedural.
“PN Sorong ini dikenal luas sebagai lembaga pengadilan yang banyak disorot masyarakat. Pernah hampir dibakar warga karena putusan hakim yang cenderung berpihak pada pemberi ‘angin sorga’”, ujar Wilson Palengke yang pernah melakukan investigasi langsung ke PN Sorong.
Wilson Lalengke juga menduga adanya intervensi kuat dalam perkara ini, mengingat pemilik PT. BJA, Paulus George Hung alias Ting-Ting Ho alias Mr. Chin, dikenal luas sebagai WNA yang disebut-sebut mendapat dukungan dari sejumlah oknum penegak hukum.
Advokat Simon Maurits Soren, S.H., M.H., menyampaikan bahwa para tergugat tidak berniat merugikan pihak manapun, melainkan hanya ingin hak-haknya dilindungi. Ia berharap majelis hakim mengabulkan eksepsi dan gugatan rekonvensi yang telah mereka ajukan pada sidang 30 Juni 2025 lalu.
“Ini bukan semata perkara sengketa tanah, tapi batu uji bagi kredibilitas lembaga peradilan. Kami berharap PN Sorong dapat menunjukkan komitmennya terhadap hukum yang bersih dan adil”, pungkas Simon Maurits Soren, S.H., M.H.
Perkara ini masih bergulir di PN Sorong dan masyarakat menantikan apakah lembaga tersebut dapat menjawab tuntutan keadilan secara transparan dan independen. (tim/red)