IAWNews.com – Dalam rangka memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Internasional (22 Mei) dan Turtle Day (23 Mei), Jagat Satwa Nusantara (JSN) menggelar kampanye edukasi bertajuk “Lindungi Tempurung Nusantara” di Plaza Padar, Museum Komodo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Acara ini menjadi momentum penting untuk membangkitkan kepedulian publik terhadap keberlangsungan hidup kura-kura dan penyu Indonesia.
Salah satu sorotan utama acara ini adalah talkshow edukatif yang menghadirkan drh. Yulyani Dewi, praktisi Reptile Medicine & Surgery, yang menggugah kesadaran akan pentingnya memperlakukan kura-kura sebagai makhluk hidup yang merasakan kasih sayang dan rasa sakit.

“Tempurung kura-kura itu bukan sekadar pelindung luar, tapi merupakan bagian hidup dari tubuh mereka yang terhubung dengan sistem saraf dan peredaran darah. Mereka bisa merasakan sentuhan, bahkan rasa sakit”, tegas drh. Yulyani Dewi.
Menurut drh. Yulyani Dewi, banyak masyarakat belum memahami bahwa kura-kura memiliki kebutuhan khusus, dan tidak semua jenis cocok untuk dijadikan hewan peliharaan rumahan. Beberapa spesies langka seperti Flying River Turtle atau Batagur borneoensis hanya boleh dipelihara oleh lembaga konservasi karena keterbatasan habitat dan tantangan perawatannya.
Melalui talkshow yang dimoderatori oleh Arisa Mukharliza (Marcom & EduRiset Manager JSN) serta drh. Caesar Rizal Kurniawan (Veterinary & Breeding Program Coordinator JSN), disampaikan pula pentingnya peran medis dalam konservasi reptil, serta bagaimana masyarakat dapat berkontribusi melalui edukasi, perawatan yang tepat, hingga dukungan terhadap program-program konservasi resmi.

Acara ini juga menjadi ajang peluncuran buku A–Z Tortoises & Turtles (Edisi Kedua) karya drh. Yulyani Dewi, yang memperluas pemahaman masyarakat mengenai berbagai spesies kura-kura dan cara perawatan yang benar.
Kura-kura memainkan peran ekologis yang besar, baik sebagai pengurai dedaunan di darat maupun pengendali populasi ubur-ubur dan hama di perairan. Namun, banyak spesies kini menghadapi ancaman perburuan, perdagangan ilegal, serta kerusakan habitat.
“Kita harus mulai mencintai mereka seperti kita mencintai kucing atau anjing. Kura-kura bisa mengenali pemiliknya, tahu jadwal makan, bahkan bisa diajak jalan-jalan. Mereka bukan sekadar reptil, tapi anggota keluarga jika dirawat dengan benar”, imbuh drh. Yulyani Dewi.

Melalui kampanye ini, JSN mengajak masyarakat, komunitas pecinta satwa, akademisi, dan institusi konservasi untuk bersama-sama melindungi spesies bercangkang yang khas dan unik ini. Lebih dari sekadar peliharaan, kura-kura adalah bagian dari warisan keanekaragaman hayati Nusantara yang harus dijaga bersama.
Mari menjadi suara bagi mereka yang tak bisa bersuara. Untuk penyu. Untuk kura-kura. Untuk bumi yang lebih baik. (sty)