IAWNews.com – Dugaan praktik penjualan seragam sekolah secara massif di lingkungan SMAN 17 Kota Bekasi mencuat ke publik. Kepala Sekolah Dra. Turheni Komar, M.Pd., diduga melanggar Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat terkait larangan pungutan atau penjualan atribut sekolah yang membebani orang tua murid.
Informasi ini pertama kali disampaikan oleh salah satu wali murid, Ary Maulana Malik Ibrahim, yang menyatakan bahwa anaknya diharuskan membeli paket seragam melalui koperasi sekolah dengan harga mencapai Rp1,8 juta. Ia mengaku telah menyampaikan keberatan secara langsung kepada pihak sekolah, namun tidak mendapatkan respons memadai.
“Saya sudah menyampaikan keberatan kepada koperasi dan meminta keringanan harga, tapi tidak dikabulkan. Saya juga hendak bertemu Kepala Sekolah, namun hanya ditemui oleh Bendahara Sekolah, Undari Ayu R., ST. yang berjanji akan menyampaikan hal ini kepada pimpinan”, kata Ary Maulana Malik Ibrahim, Rabu (07/08/2025).

Namun setelah ditunggu-tunggu, tidak ada tindak lanjut. Belakangan diketahui, Undari Ayu R., ST. yang menjabat sebagai bendahara sekolah juga merangkap sebagai Ketua Koperasi. Hal ini menimbulkan dugaan adanya konflik kepentingan dalam pengelolaan bisnis seragam sekolah di lingkungan pendidikan negeri tersebut.
“Anak saya sampai menangis karena ada pengumuman bahwa seragam hanya bisa dibeli di lokasi tertentu, dan tetap harus melalui koperasi sekolah. Kami mendatangi sekolah kembali untuk meminta kejelasan, tapi tetap tidak mendapatkan jawaban”, imbuh Ary Maulana Malik Ibrahim.
Kasus ini menjadi sorotan lantaran diduga bertentangan dengan Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Nomor: 16739/PW.03/SEKRE, yang secara tegas melarang segala bentuk pungutan atau penjualan atribut sekolah yang bersifat memaksa dan dapat membebani wali murid. Bahkan, larangan serupa juga pernah ditegaskan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk mendorong prinsip pendidikan yang transparan, akuntabel, efektif, dan tidak diskriminatif.
Sejumlah pihak menduga telah terjadi praktik komersialisasi dalam penyediaan seragam sekolah oleh oknum di lingkungan SMAN 17 Kota Bekasi. Indikasi adanya persekongkolan antara kepala sekolah dan ketua koperasi yang juga menjabat sebagai bendahara sekolah memperkuat dugaan tersebut.
“Publik patut bertanya, seragam seperti apa yang harganya sampai Rp1,8 juta? Ini bukan sekadar urusan kain, tapi soal etika dan tanggung jawab pejabat publik dalam dunia pendidikan”, ujar Ary Maulana Malik Ibrahim mewakili suara sejumlah orang tua murid.
Para wali murid kini mendesak Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah III Kota Bekasi serta Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk segera memanggil Kepala Sekolah dan Ketua Koperasi guna dilakukan klarifikasi dan pemeriksaan.
Pengamat kebijakan publik menyebut, jika terbukti adanya unsur paksaan atau kewajiban membeli seragam hanya dari koperasi sekolah, maka praktik tersebut bisa dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli) dan melanggar asas pelayanan publik.
“Jika koperasi hanya dijadikan kedok untuk praktik komersial dan tidak memberikan alternatif lain bagi siswa, maka bisa saja ini mengarah pada dugaan pungli atau bahkan penyalahgunaan wewenang”, kata salah satu pemerhati pendidikan di Bekasi yang enggan disebutkan namanya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak SMAN 17 Kota Bekasi belum memberikan pernyataan resmi. Awak media masih berupaya melakukan konfirmasi kepada Kepala Sekolah Dra. Turheni Komar, M.Pd. serta Undari Ayu R., ST. selaku bendahara sekolah sekaligus ketua koperasi. (tim/red)