IAWNews.com – Isu dugaan pelanggaran tata ruang oleh bangunan Hotel Metland di Komplek Metland Blok A, Tambun Selatan, kembali memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Terbaru, Ketua Ruang Jurnalis Nusantara (RJN) Bekasi Raya, Hisar Pardomuan, secara terbuka mendesak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kabupaten Bekasi untuk segera melakukan inspeksi mendadak dan tindakan tegas terhadap bangunan yang diduga berdiri di atas bantaran sungai tanpa kejelasan legalitas. (Selasa, 24 Juni 2025).
Polemik bermula dari laporan warga dan aktivis lingkungan mengenai posisi bangunan hotel yang disebut melanggar garis sempadan sungai sebagaimana diatur dalam regulasi, yakni minimal 15 meter dari bibir kali. Aparat desa setempat pun menyatakan bahwa pengawasan atas aliran sungai bukan menjadi kewenangan pemerintah desa.
“Untuk lebih akurat, temuin langsung pihak PJT atau Bina Marga. Kami di pemdes tidak punya kewenangan terhadap aliran sungai besar”, ujar Kepala Desa Tambun, Jaut, saat dikonfirmasi media.
Dikatakan oleh Hisar Pardomuan bahwa kasus ini sebagai ujian nyata bagi konsistensi penegakan hukum tata ruang di daerah. Ia membandingkan penindakan cepat di kawasan Puncak, Bogor, dengan lambannya respons terhadap bangunan milik pemodal besar seperti Hotel Metland.
“Kita pernah menyaksikan bagaimana pelanggaran tata ruang di kawasan wisata Puncak langsung ditertibkan. Tapi ketika pelanggaran serupa diduga dilakukan oleh pemilik modal besar, justru tidak mendapatkan respons tegas. Ini ketimpangan hukum yang mencederai rasa keadilan public”, kata Hisar Pardomuan.
Ditegaskan oleh Hisar Pardomuan bahwa Gubernur Jawa Barat wajib turun langsung, bukan hanya menunggu laporan administratif. Menurutnya, keberadaan bangunan tersebut tidak hanya soal izin, tapi juga menyangkut potensi kerusakan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS).
Hisar Pardomuan juga memperingatkan bahwa jika kasus ini dibiarkan tanpa penindakan, akan menambah panjang daftar ketidakadilan tata ruang di Indonesia. Ia menilai pembiaran seperti ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
“Kalau pedagang kaki lima dan bangunan liar bisa digusur dalam hitungan hari, tapi bangunan hotel besar didiamkan bertahun-tahun, maka prinsip keadilan dan good governance patut dipertanyakan”, kritik Hisar Pardomuan.
Untuk mencegah krisis kepercayaan yang lebih dalam, RJN Bekasi Raya menyampaikan tiga tuntutan utama kepada pemerintah daerah :
- Transparansi legalitas lahan tempat berdirinya Hotel Metland.
- Audit lingkungan menyeluruh untuk menilai dampak pembangunan terhadap ekosistem sungai.
- Penegakan hukum tanpa pandang bulu, baik terhadap pelaku kecil maupun pemodal besar.
“Tegakkan keadilan tata ruang secara merata. Jangan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas”, tutup Hisar Pardomuan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen Hotel Metland maupun pejabat terkait dari DCKTR Kabupaten Bekasi belum memberikan tanggapan resmi atas desakan tersebut. RJN memastikan akan terus mengawal isu ini dan membuka kemungkinan membawa persoalan ini ke tingkat nasional bila tidak segera ditindaklanjuti. (hisar)