IAWNews.com – Museum of Contemporary Art (MOCA) Singapura menggelar pameran seni rupa bertajuk “A Path to Glory” yang menampilkan karya-karya pematung kontemporer Tiongkok, Ren Zhe. Pameran ini membawa pengunjung menembus batas antara sastra dan seni visual, menafsirkan dunia penuh nilai-nilai kesatria dari cerita silat klasik Wuxia lewat puluhan patung stainless steel monumental.
Kurator pameran, William Wong, menyebut Ren Zhe sebagai sosok yang mampu menghidupkan imajinasi pembaca sastra ke dalam wujud tiga dimensi. “Ia memvisualkan dunia Jin Yong, membuat pendekar-pendekar legendaris seolah melompati lembar-lembar novel dan berdiri nyata di hadapan kita” ujarnya dalam siaran pers awal Juli 2025.
Karya-karya dalam pameran ini terinspirasi dari warisan sastra Jin Yong, maestro cerita silat asal Tiongkok yang novelnya seperti Condor Heroes telah melegenda dan mengakar kuat di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Kisah-kisah Wuxia Jin Yong yang sarat nilai moral dan semangat perjuangan dihidupkan ulang oleh Ren Zhe lewat lebih dari 40 patung berskala besar, menciptakan narasi visual yang menghubungkan budaya klasik dan kontemporer.

Disampaikan oleh Linda Ma selaku Presiden MOCA, bahwa pameran ini bukan sekadar penghormatan terhadap seni bela diri klasik, namun juga jembatan lintas generasi dan lintas budaya. “Sebagai generasi ketiga peranakan Tionghoa di Indonesia, saya tumbuh dengan cerita-cerita Wuxia. Kini saya merasa terhormat dapat menghadirkannya kembali melalui seni rupa kontemporer di ruang museum”, katanya.
Lebih dari sekadar bentuk fisik, patung-patung Ren Zhe menangkap semangat karakter-karakter Jin Yong, mulai dari keteguhan hati, keberanian, hingga pengorbanan. Dalam pengamatan William Wong, “Karya-karya ini seperti sebilah pedang tak terlihat menebas batas antara fiksi dan realitas, menyerukan nilai-nilai kesatria yang relevan di zaman kita”, imbuhnya.
Jin Yong, yang dikenal juga dengan nama pena Louis Cha, telah menulis puluhan novel dengan lebih dari 1.400 karakter kompleks, menjadikannya ikon budaya Tiongkok modern. Tokoh-tokohnya bahkan masuk kurikulum bahasa Mandarin di sekolah-sekolah Singapura, menunjukkan betapa dalam pengaruh sastranya terhadap generasi muda.
Pameran A Path to Glory juga menjadi bagian dari upaya memperluas jangkauan seni Asia Timur ke Asia Tenggara. Linda Ma, yang juga dikenal sebagai pemilik Linda Gallery di Indonesia, mengungkap rencana untuk membawa karya Ren Zhe ke Tanah Air. “Kami sedang mempersiapkan eksposisi solo berikutnya di Indonesia. Saya harap publik seni Indonesia bisa segera menyaksikan keagungan karya ini”, tuturnya.

Pameran ini bukan hanya pertunjukan patung, tetapi juga penelusuran spiritual terhadap semangat Wu Xia, tradisi kesatria yang diwariskan dalam bentuk estetika baja, seni pahat, dan jiwa sastra. Di tangan Ren Zhe, pendekar-pendekar itu tak hanya melompat keluar dari halaman buku, tapi juga melintasi batas geografis dan budaya, membawa obor cerita yang abadi dari Tiongkok hingga Singapura, dan sebentar lagi Indonesia.
Sebagai informasi tambahan Pameran A Path to Glory berlangsung sepanjang Juli 2025 di MOCA Singapura. Kunjungan dapat dilakukan setiap hari dengan tiket yang tersedia di situs resmi museum. (sty)