IAWNews.com – Tingkat kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum kembali terguncang setelah mencuatnya kasus dugaan pemerasan oleh AKBP Bintoro, mantan Kasatreskrim Polresto Jakarta Selatan. Kasus ini menambah panjang daftar pelanggaran hukum yang melibatkan oknum penegak hukum, mencerminkan krisis integritas dalam institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan keadilan.
Berdasarkan laporan yang viral di berbagai media, termasuk media sosial dan aplikasi pesan instan, AKBP Bintoro diduga meminta uang damai sebesar Rp20 miliar dari pelaku kejahatan seksual dan tindak pidana narkotika dengan janji menghentikan kasus mereka. Dugaan tersebut juga mencakup penggelapan sejumlah kendaraan mewah sitaan yang hingga kini tidak diketahui keberadaannya.
Setelah diperiksa selama 8 jam oleh Divisi Propam Polda Metro Jaya, AKBP Bintoro mengeluarkan klarifikasi dalam sebuah video berdurasi 4 menit. Dalam video tersebut, ia menegaskan bahwa tuduhan terhadapnya adalah fitnah belaka. “Faktanya, semua ini adalah fitnah. Tuduhan bahwa saya menerima uang sebesar Rp20 miliar sangat mengada-ngada,” ujarnya.
Namun, klarifikasi ini tidak sepenuhnya diterima publik. Wilson Lalengke, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), menyatakan bahwa pernyataan tersebut harus diuji lebih lanjut. Ia juga mengapresiasi langkah Polri yang tetap mendalami kasus ini meskipun ada bantahan dari pihak terduga.
“Substansi kasus ini harus diungkap secara transparan. Apakah nominalnya Rp5 miliar, Rp20 miliar, atau bahkan Rp1 juta, yang menjadi inti adalah dugaan tindak kriminal pemerasan. Ada gugatan wanprestasi yang diajukan oleh pihak yang merasa menjadi korban, ini sudah cukup menunjukkan bahwa ada persoalan serius yang harus diselesaikan”, tegas Wilson Lalengke.
Dalam pernyataannya, Wilson Lalengke juga mengkritik kecenderungan budaya korupsi dalam institusi hukum. Ia menyindir adanya praktik “menabung untuk membeli pangkat” yang menurutnya menjadi ironi dalam sistem karier di institusi penegak hukum.
Sebagai solusi, Wilson Lalengke mendorong AKBP Bintoro untuk menjadi whistle-blower guna membongkar jaringan mafia hukum yang diduga terlibat dalam kasus ini. “Dia pasti tidak bekerja sendirian. Hampir pasti ada jaringan yang lebih besar di baliknya. Jika dia bersedia bekerja sama, ini bisa menjadi langkah besar untuk membersihkan institusi hukum kita,” ujarnya.
Hingga saat ini, AKBP Bintoro ditahan di Rutan Paminal Propam Polda Metro Jaya untuk proses penyelidikan lebih lanjut. Kasus ini kembali menjadi pengingat pentingnya reformasi di tubuh aparat penegak hukum agar kepercayaan publik dapat pulih. (tim/red)