IAWNews.com – Sengketa tanah yang melibatkan almarhum Budi Suyono kembali mencuat setelah pihak keluarga dan kuasa hukumnya menyoroti dugaan praktik ketidakadilan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Direktur Eksekutif Indonesia Accountability Watch (IAW), H. Hasan Basri, SH, MH, yang juga kuasa hukum keluarga Budi Suyono, mengungkapkan bahwa BPN, mulai dari tingkat Kantor Pertanahan (Kakantah) Jakarta Timur, Kanwil BPN DKI Jakarta, hingga Kementerian ATR/BPN, diduga sengaja menghambat penegakan hukum demi melindungi kepentingan PT Citra Abadi Mandiri, anak usaha Agung Sedayu Group yang dimiliki oleh Sugianto Kusuma alias Aguan.
Kasus ini bermula dari sengketa tanah seluas 9.130 meter persegi di Rawa Terate, Kelapa Gading, Cakung, Jakarta Timur, yang kepemilikannya sah berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 60 atas nama Budi Suyono. Namun, sertifikat tersebut tiba-tiba berubah menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) No. 755 dan HGB No. 747 atas nama PT Citra Abadi Mandiri.
Meski almarhum Budi Suyono telah memenangkan gugatan hukum hingga tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) dengan lima putusan berkekuatan hukum tetap, BPN Jakarta Timur justru terus melakukan perlawanan dengan menggandeng PT Citra Abadi Mandiri. Putusan MA No. 94/PK/TUN/2024 tertanggal 7 Oktober 2024 secara tegas memerintahkan pembatalan HGB yang diterbitkan di atas tanah milik Budi Suyono.
![](https://iawnews.com/wp-content/uploads/2025/02/Skandal-Tanah-Rawa-Terate-BPN-Diduga-Lindungi-Perusahaan-Milik-Aguan-Ahli-Waris-Budi-Suyono-Menuntut-Keadilan-1.jpg)
Diungkapkan oleh H. Hasan Basri, SH, MH, bahwa selama proses hukum berlangsung, almarhum Budi Suyono mengalami tekanan luar biasa hingga akhirnya wafat dalam perjuangannya mempertahankan haknya. Tidak hanya itu, ahli warisnya juga mengalami teror dan intimidasi dari pihak-pihak yang ingin merebut tanah tersebut.
Ketua Umum DPP Gerakan Pengawal Supremasi Hukum (GPSH), H. Mohamad Ismail, SH, MH, menyoroti standar ganda yang diterapkan oleh Agung Sedayu Group. Di satu sisi, perusahaan tersebut menolak mengakui keputusan hukum yang telah memenangkan Budi Suyono. Namun, di sisi lain, mereka justru menuntut “kepastian hukum” dalam kasus lain, seperti skandal “30 KM Pagar Laut” di Tangerang, Banten, yang melibatkan anak usaha mereka, PT Cahaya Inti Sentosa, yang juga dipimpin oleh Letjen (Purn) TNI AL Nono Sampono.
“Ini jelas-jelas tindakan yang memalukan dan merugikan wong cilik. Bagaimana mungkin ketika mereka menggugat, mereka menuntut kepastian hukum, tapi saat putusan hukum tidak menguntungkan mereka, mereka justru mengabaikannya ?”, kata Mohamad Ismail dalam pernyataannya kepada pers di Jakarta.
Dengan kondisi ini, keluarga almarhum Budi Suyono melalui kuasa hukumnya mendesak Presiden Prabowo Subianto dan Menteri ATR/BPN untuk turun tangan. Mereka berharap agar pemerintah dapat memberikan arahan tegas kepada jajarannya untuk menegakkan keadilan sesuai dengan keputusan hukum yang sudah inkrah.
![](https://iawnews.com/wp-content/uploads/2025/02/Skandal-Tanah-Rawa-Terate-BPN-Diduga-Lindungi-Perusahaan-Milik-Aguan-Ahli-Waris-Budi-Suyono-Menuntut-Keadilan-3.jpg)
“Negara tidak boleh kalah oleh mafia tanah. Kami berharap Presiden Prabowo dan Menteri ATR/BPN dapat bertindak tegas dan berpihak kepada rakyat kecil yang haknya telah dirampas”, tegas H. Hasan Basri, SH, MH,
Kasus ini kembali menjadi perhatian publik sebagai contoh nyata dari konflik agraria yang merugikan masyarakat kecil. Apakah pemerintah akan bertindak tegas atau membiarkan praktik ketidakadilan ini terus berlangsung ? Masyarakat kini menunggu langkah konkret dari pemangku kebijakan. (tim/red)