IAWNews.com – Kerja sama bisnis antara PT Jamkrida Jawa Barat dengan Jakre tengah menjadi perhatian serius kalangan hukum dan ekonomi. Temuan pemeriksaan internal mengungkap adanya dugaan permasalahan keuangan dengan nilai akumulatif mendekati Rp100 miliar yang berpotensi memengaruhi stabilitas keuangan perusahaan daerah tersebut.
Dalam laporan pemeriksaan, salah satu persoalan utama berasal dari klaim lama atau piutang reguarantee hingga September 2024 dengan nilai sekitar Rp36–37 miliar. Masalah ini diduga muncul akibat premi reasuransi pada periode sebelumnya yang tidak disetorkan kepada reasuradur. Kondisi tersebut menyebabkan kewajiban pembayaran klaim harus ditanggung oleh pihak pialang reasuransi, meski hingga kini realisasi pembayarannya masih berlangsung secara bertahap dan sisa kewajiban belum dapat dipastikan.
Selain klaim lama, ditemukan pula tunggakan premi reasuransi untuk periode pertengahan 2023 hingga akhir 2024. Nilai tunggakan ini diperkirakan berada di kisaran Rp46–50 miliar. Temuan tersebut menjadi sorotan karena muncul di tengah besarnya eksposur kewajiban perusahaan penjaminan daerah yang dilaporkan melebihi Rp3,7 triliun berdasarkan laporan keuangan internal.
Permasalahan lain yang dinilai tak kalah krusial adalah piutang klaim risiko jiwa senilai sekitar Rp20 miliar pada periode pertengahan 2023 hingga akhir 2024. Klaim ini berpotensi tidak tertagih akibat perbedaan ketentuan kerja sama antara perusahaan penjaminan daerah, pialang reasuransi, dan perusahaan asuransi jiwa terkait. Akibatnya, risiko klaim sepenuhnya harus ditanggung oleh perusahaan penjaminan tanpa dukungan premi yang sebanding.
Akumulasi persoalan tersebut disebut telah memberikan tekanan signifikan terhadap arus kas perusahaan. Dana dalam jumlah besar dilaporkan telah dikeluarkan untuk menutup berbagai kewajiban yang timbul, sementara beban keuangan masih berpotensi bertambah seiring proses penyelesaian klaim dan tunggakan yang belum tuntas.
Sejumlah pengamat menilai kondisi ini perlu segera ditangani melalui langkah mitigasi yang terukur dan transparan guna mencegah potensi gangguan terhadap stabilitas keuangan BUMD milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dari sisi hukum, ketidakjelasan pembagian tanggung jawab antar pihak juga dinilai berpotensi memicu sengketa di kemudian hari apabila tidak segera diselesaikan secara komprehensif.
Hingga berita ini disusun, belum terdapat pernyataan resmi dari manajemen perusahaan penjaminan daerah maupun pialang reasuransi terkait langkah strategis yang akan ditempuh. Temuan ini sekaligus menjadi pengingat pentingnya tata kelola kerja sama bisnis, kepatuhan terhadap kewajiban finansial, serta pengelolaan risiko yang prudent di sektor penjaminan dan reasuransi, yang memiliki dampak langsung terhadap keuangan daerah dan kepercayaan publik.(tim/red)

