Categories Film & Musik

Sarirasa Ketika Coconightman Memilih Nakal yang Dewasa

IAWNews.com – Di sebuah sore yang lengang di Kuta Utara, tiga pemuda duduk memandangi langit yang mulai kelabu. Tak ada keramaian seperti biasanya, hanya suara gitar pelan dan gelas kopi yang sudah setengah dingin. Mungkin dari ruang hening semacam inilah Sarirasa lahir, sebuah lagu baru dari Coconightman, trio folk asal Bali yang sempat “mati suri”, namun kini kembali bernyawa, lebih jujur, lebih santai, dan lebih berani memilih jalannya sendiri.

Cinta, Komitmen, Cincin, dan Tahta, di banyak sudut negeri ini empat kata itu masih jadi patokan hidup yang diam-diam menekan. Seolah ada rumus usia yang pasti kapan seseorang harus jatuh cinta, menikah, dan ‘mapan’. Tapi bagaimana jika seseorang belum percaya pada cinta ?. Atau belum menemukan ruang nyaman dalam ikatan?.

Sarirasa hadir untuk mewakili mereka, atau kita yang pernah merasa asing di tengah tekanan itu. “Lagu ini tentang keharusan menikah di usia tertentu, tentang ekspektasi sosial yang dibebankan pada urusan cinta”, kata Ucup, sang vokalis, yang juga menulis lagu ini hanya dalam waktu kurang dari 10 menit.

Cepat memang, tapi bukan asal-asalan. Sarirasa seperti renungan yang sudah lama tinggal di kepala, lalu tiba-tiba menemukan jalannya sendiri ke dalam nada dan kata.

Bukan rahasia bahwa Coconightman sempat lama menghilang. Setahun terakhir, nama mereka nyaris tak terdengar. Tak ada rilisan, tak ada panggung. Banyak yang menyangka mereka bubar, atau setidaknya vakum tanpa rencana kembali. Tapi seperti bara yang tak padam, mereka diam-diam menyiapkan sesuatu.

“Kami sempat lelah. Tapi juga kangen. Kangen masa-masa awal, kangen energi nakal yang dulu”, aku Rian, sang gitaris.

Nakalisme yang dimaksud Rian bukan sekadar urakan. Di album pertama mereka, Mohon Doa Restu, kenakalan itu terasa sebagai gaya hidup—pesta, tawa, dan kebebasan khas anak-anak muda Bali. Tapi di album kedua Menempuh Hidup Baru, mereka seperti tumbuh dewasa. Lirik-liriknya lebih dalam, aransemen lebih matang, dan nada-nada yang tak lagi sekadar untuk bersenang-senang.

Kini lewat Sarirasa, Coconightman mencoba menyeimbangkan dua kutub itu.

Coconightman menyebut lagu Sarirasa sebagai “nakal dewasa”. Mungkin karena Sarirasa bukan lagu sendu yang terlalu serius, tapi juga bukan lagu ceria yang hampa makna. Lirik-liriknya sederhana namun tajam, membicarakan ketakutan, keengganan, dan keikhlasan untuk tidak selalu mengikuti arus.

“Kami nggak pernah benar-benar pilih lagu ini untuk jadi single. Tapi rasanya, lagu ini yang paling jujur dengan kondisi kami sekarang”, ujar Rama, penabuh drum dan perkusi.

Mereka tidak merancang Sarirasa untuk meledak di pasaran. Tidak juga mengejar algoritma playlist mingguan. Tapi justru karena itu, lagu ini terasa lebih lepas seperti teman lama yang mengajak berbicara tanpa menghakimi.

Kini Sarirasa sudah bisa didengar di Spotify, YouTube Music, TikTok Music, Apple Music, hingga Langit Musik. Di balik rilisan digital itu, ada perjalanan panjang yang tidak semua band bisa (atau mau) lewati: memilih diam saat semua orang sibuk membuat konten, dan memilih jujur ketika semua orang berlomba-lomba jadi viral.

Coconightman tidak menjanjikan akan kembali secara permanen, atau akan merilis album baru dalam waktu dekat. Tapi lewat Sarirasa, mereka memberi isyarat: mereka masih ada, masih bisa berkarya, dan masih punya banyak rasa yang ingin disampaikan.

Dan di zaman yang penuh distraksi, mungkin itulah bentuk paling murni dari keberanian musisi: tetap jadi diri sendiri.

Dengarkan Sarirasa dari Coconightman sekarang di semua platform musik digital. Rasakan nadanya, pahami rasanya. (tri)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like