IAWNews.com — Pondok Pesantren Bahrul Ulum KH. Busthomi Awipari, Tasikmalaya, di bawah pengasuh Romo Yai Utawi, memperkuat posisinya sebagai pesantren berbasis pendidikan dan teknologi melalui program Digitalisasi Ngaji Ngejo serta penguatan kemandirian ekonomi santri. Langkah ini menjadi bagian dari strategi pesantren dalam menyiapkan generasi muda menghadapi tantangan bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045.
Dengan memanfaatkan akses digital, platform Etawa 99, hingga infrastruktur WiFi pesantren, Romo Yai Utawi menekankan bahwa literasi digital kini menjadi kebutuhan dasar santri agar mampu bersaing di era transformasi teknologi.
Indonesia sedang menuju puncak bonus demografi pada 2030–2045, ketika jumlah penduduk usia produktif mencapai lebih dari 60% populasi nasional. BPS memproyeksikan penduduk Indonesia dapat mencapai 324 juta jiwa pada 2045, naik 54 juta dari tahun 2020. Jika tidak dikelola, kelebihan usia produktif justru dapat memicu pengangguran baru.

Menurut Romo Yai Utawi, pesantren harus ikut terlibat dalam peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan agama, literasi digital, dan keterampilan ekonomi. “Santri hari ini bukan hanya ahli kitab, tetapi juga harus menguasai teknologi, data, dan komunikasi global,” ujarnya.
Memasuki Hari Santri 2025 dengan tema “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia”, pesantren kini dituntut menjadi pusat peradaban: menjaga moral bangsa sekaligus menjadi motor pembangunan sosial dan ekonomi.
Masyarakat pun menaruh harapan besar terhadap pesantren, antara lain:
– Tetap menjalankan fungsi transmisi ilmu keislaman dan tradisi ulama.
– Menghadirkan kurikulum yang memadukan ilmu agama dan pengetahuan umum.
– Membangun keterampilan sains, teknologi, dan lifeskill agar santri memiliki competitive advantage.
– Mendukung ekonomi masyarakat sekitar melalui unit usaha pesantren.
Melalui filosofi klasik al muhafadzah ‘ala qadîm al shalih wa al akhdzu bi al jadîd al ashlah, pesantren diyakini mampu mengelola perubahan zaman tanpa meninggalkan jati dirinya. Pesantren berperan sebagai:
1. Idadul Mutafaqqihina Fid-Diin – mencetak generasi yang mendalam ilmu agama.
2. Himayatud Diin – menjaganya sampai ke agama dari akidah menyimpang.
3. Himayatul Afkar al Munharifah – menangkal radikalisme agama maupun sekuler.
4. Himayatuddaiulah – melindungi negara dari rongrongan ekstremisme.
5. Islahul Ummah – memperbaiki umat melalui pendidikan dan pengabdian
Pesantren Bahrul Ulum menguatkan transformasi digital melalui:
1. Peningkatan Kompetensi Guru
– Menguasai teknologi pendidikan.
– Memperkuat wawasan kebangsaan dan pemahaman keagamaan.
2. Lingkungan Pembelajaran Modern
– Fasilitas digital yang kondusif.
– Integrasi pembelajaran berbasis internet dan modul digital.
3. Kompetensi Santri di Era 5.0

Pesantren menargetkan santri memiliki:
– kemampuan berpikir kritis,
– kreativitas dan inovasi,
– kemampuan komunikasi,
– kolaborasi,
– kepercayaan diri berbasis iman dan akhlak,
– tiga literasi utama era digital:
(a) Literasi Data,
(b) Literasi Teknologi (AI, coding, engineering),
(c) Literasi Manusia (humanities, komunikasi, desain).
Dalam pengembangan ekonomi, pesantren menerapkan Manajemen Mutu Bisnis ala TASBIH–TAHMID–ISTIGHFAR:
1. Quality Planning (TASBIH)
Menyusun Renstra, visi–misi, SWOT, hingga pengembangan unit usaha santri.
2. Quality Control (TAHMID)
Penataan ulang pola pendidikan, penjaminan mutu, dan benchmarking.
3. Quality Improvement (ISTIGHFAR)
Perbaikan berkelanjutan melalui rapat pimpinan dan evaluasi dokumen mutu.
Unit warung sembako santri menjadi model awal kemandirian ekonomi pesantren.
Berbasis Regulasi, Undang-Undang Pesantren Nomor 18/2019. UU ini menegaskan tiga pilar penguatan pesantren: Afirmasi, Rekognisi, dan Fasilitasi, tanpa menghilangkan karakter khas dan kemandiriannya. Kehadiran undang-undang ini menjadi landasan kuat bagi pesantren untuk bertransformasi di era digital.
Dengan program Digitalisasi Ngaji Ngejo, peningkatan literasi teknologi, hingga pemberdayaan ekonomi, Pesantren Bahrul Ulum menegaskan bahwa pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan agama, melainkan institusi strategis untuk melahirkan generasi Rijaal al-Islah, aktor perbaikan bangsa.
“Indonesia Emas 2045 hanya bisa dicapai jika lembaga pendidikan, termasuk pesantren, bergerak cepat mengikuti perkembangan zaman,” pungkas Romo Yai Utawi. (gono)

