IAWNews.com – Rencana kunjungan luar negeri para anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI kembali menuai sorotan. Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, menilai bahwa agenda tersebut lebih menyerupai wisata atau ajang pamer (flexing) ketimbang perjalanan dinas yang berdampak bagi rakyat.
Ditegaskan oleh Wilson Lalengke, yang merupakan alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, bahwa selama ini kunjungan luar negeri pejabat tidak memberikan manfaat yang signifikan. “Program ini semata-mata hanya untuk memuaskan hasrat jalan-jalan ke luar negeri agar dipandang sebagai ‘orang hebat, sudah keliling dunia”, katanya, Selasa (11/02/2025).
Mantan Kasubbid Program pada Pusat Kajian Kebijakan dan Hukum Sekretariat Jenderal DPD RI ini mengungkapkan bahwa perjalanan ke luar negeri sering menjadi ajang perebutan di antara para anggota DPD RI. “Terkadang, karena terlalu bernafsu untuk berkunjung ke negara tertentu, misalnya Amerika, sejumlah senator DPD RI saling ngotot, beradu mulut, persis seperti anak-anak TK berebut mainan”, sindir Wilson Lalengke
Lebih lanjut, Wilson Lalengke mengkritik bahwa kunjungan semacam ini hampir tidak menghasilkan apa pun yang berguna. “Jangankan manfaat bagi rakyat, perubahan pola pikir dan peningkatan kinerja mereka sendiri saja nihil. Bahkan, laporan hasil kunjungan pun dikerjakan oleh staf, bukan oleh mereka sendiri”, imbuh lulusan pascasarjana dari tiga universitas bergengsi di Eropa itu.
Menurut Wilson Lalengke, jika tujuan kunjungan hanya untuk belajar sistem kerja parlemen negara lain, informasi dapat diperoleh melalui internet, perpustakaan digital, atau dari perwakilan Indonesia di negara bersangkutan. “Apa gunanya Kedubes Indonesia di luar negeri jika untuk mendapatkan informasi saja anggota DPD RI harus berangkat sendiri ke negara tersebut?”, ujarnya heran.
Sebagai bentuk solusi, Wilson Lalengke mendesak agar anggaran perjalanan luar negeri DPD RI dan instansi pemerintah lainnya diblokir. Dirinya menyarankan agar pemerintah hanya mencairkan dana jika tujuan dan manfaat kunjungan dapat dipertanggungjawabkan dengan jelas. “Jika tidak ada manfaat nyata bagi rakyat, dana tidak perlu dibayarkan. Biarkan mereka membiayai sendiri perjalanan mereka”, tegasnya.
Kritik terhadap anggaran perjalanan dinas pejabat bukanlah hal baru. Namun, hingga kini, kegiatan semacam itu masih terus berlanjut, menimbulkan pertanyaan publik mengenai efektivitas penggunaan anggaran negara. (apl/red)