IAWNews.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto bukan sekadar janji politik. Bagi Wilson Lalengke, Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), program ini menyimpan makna personal sekaligus menjadi kunci masa depan generasi Indonesia.
Wilson Lalengke bercerita, salah satu alasan dirinya menjatuhkan pilihan pada Prabowo di Pilpres 2024 lalu adalah komitmen sang presiden terhadap program MBG. Alasannya sederhana: ia pernah merasakan langsung betapa pentingnya intervensi gizi bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu.
“Pada 2001, saya bersama kawan-kawan alumni Kappija-21 Riau menginisiasi program kecil-kecilan di Pekanbaru. Setiap Senin, kami membagikan makanan tambahan berupa biskuit, susu bayi, dan telur ayam kepada balita dari keluarga tidak mampu di sejumlah puskesmas”, kenang Wilson Lalengke.
Meski sederhana, Wilson Lalengke melihat dampak nyata berupa peningkatan berat badan, tinggi badan, hingga kelincahan bayi penerima manfaat.
Fenomena ini sejalan dengan data Global Child Nutrition Foundation (2024) yang mencatat 142 negara telah menerapkan program serupa. Lebih dari 41% siswa sekolah dasar di seluruh dunia menerima makanan gratis atau bersubsidi setiap hari. Dampaknya signifikan: kehadiran siswa meningkat hingga 9%, kemampuan literasi dan numerasi naik 20–30%, bahkan memacu pertumbuhan ekonomi lokal hingga dua kali lipat dari dana yang digelontorkan.
“Bagi Indonesia, program MBG bisa menjadi instrumen ampuh memerangi malnutrisi dan stunting. Bayangkan, lebih dari 40% anak kita bersekolah dalam keadaan lapar”, ujar Wilson Lalengke.
MBG diyakini bukan hanya mendongkrak prestasi akademik, tetapi juga memperkuat kesetaraan sosial. Akses makanan sehat di sekolah membuat semua anak, tanpa memandang latar belakang ekonomi, memiliki kesempatan belajar yang sama.
Tidak kalah penting, program ini memberi dampak ekonomi langsung. Dengan memanfaatkan bahan pangan lokal, MBG ikut menghidupkan sektor pertanian, peternakan, hingga perikanan. Pemerintah menargetkan program ini menciptakan lebih dari satu juta lapangan kerja, sebagian besar bagi perempuan.
Namun, perjalanan program ini bukan tanpa tantangan. Sejak dijalankan, tercatat lebih dari 5.000 siswa menjadi korban insiden keracunan makanan di sejumlah daerah. Wilson menekankan pentingnya reformasi segera, mulai dari penerapan standar higienitas yang ketat, kontrol suhu makanan, hingga pemantauan akuntabel oleh Badan Gizi Nasional (BGN) bersama BPOM.
“SPPG sebagai pengelola di lapangan harus disiplin. Kalau ada pelanggaran yang mengakibatkan keracunan, operasional mereka harus dihentikan”, tegas Wilson Lalengke.
Selain itu Wilson Lalengke juga menilai, MBG bukan sekadar kebijakan pemerintah, tetapi harus menjadi komitmen rakyat untuk membina generasi mendatang. Pemerintah menargetkan program ini dapat menjangkau 82,9 juta anak pada tahun-tahun mendatang.
“Ketika anak-anak mendapatkan gizi baik, mereka bukan hanya tumbuh sehat, tapi juga siap belajar, berkembang, dan kelak memimpin dunia. Itulah hakikat dari Program Makan Bergizi Gratis: masa depan Indonesia”, pungkas Wilson Lalengke. (tim/red)