Categories Hukum & Kriminal,

Langgar Hak Pekerja Remote, PT ACR Diseret ke PHI oleh Kuasa Hukum Sekar Ayunda Gemintang

IAWNews.com – Setelah dua kali dilayangkan somasi resmi tanpa tanggapan, PT ACR Bersatu Sejahtera kini resmi dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja tentang Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) oleh Alex A. Putra, kuasa hukum Sekar Ayunda Gemintang. Langkah hukum ini diambil setelah perusahaan digital tersebut diduga melakukan serangkaian pelanggaran ketenagakerjaan terhadap Sekar, yang bekerja sebagai Social Media Specialist.

“Ini bukan hanya soal satu orang klien saya. Ini tentang bagaimana hukum kita harus hadir dalam realitas kerja baru yang terus berubah”, kata Alex A. Putra kepada awak media, Rabu (11/06/2025).

Ditekankan oleh Alex A. Putra bahwa perkara ini akan menjadi tolok ukur apakah sistem hukum ketenagakerjaan Indonesia mampu merespons perkembangan zaman, terutama menyangkut sistem kerja jarak jauh (remote).

Sekar Ayunda, meski bukan figur publik, kini menjadi sorotan karena kisahnya mencerminkan problematika yang dihadapi banyak pekerja di era digital. Ia mengaku bekerja dalam jam yang tidak manusiawi, menerima gaji di bawah standar upah minimum, dan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak tanpa kejelasan hak-haknya sebagai pekerja.

“Ada eksploitasi sistematis yang disamarkan dengan istilah modern: kerja remote”, tegas Alex A. Putra.

Disebutkan oleh Alex A. Putra bahwa absennya regulasi lex specialis atau hukum khusus yang secara eksplisit mengatur kerja remote, membuat perusahaan seperti PT ACR kerap memanfaatkan kekosongan tersebut untuk menghindari kewajiban dasar sebagai pemberi kerja.

Namun, menurut Alex A. Putra, bukan berarti perusahaan bebas semena-mena. Peraturan perundang-undangan yang bersifat umum seperti UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta PP No. 35 dan 36 Tahun 2021, tetap berlaku dan memberikan perlindungan hukum bagi semua pekerja, termasuk mereka yang bekerja secara daring.

Dalam pernyataannya, Alex A. Putra juga menyoroti urgensi hadirnya regulasi khusus yang mengatur kerja remote secara lebih spesifik. Ia menekankan pentingnya kontrak kerja tertulis yang memuat ketentuan tentang jam kerja, lokasi kerja, hak cuti, sistem komunikasi, serta jaminan sosial.

“Negara tak boleh lamban merespons perubahan. Regulasi khusus kerja remote adalah keniscayaan, jika kita tak ingin dunia kerja kita dikuasai oleh praktik abu-abu yang mengorbankan generasi muda”, ujar Alex A. Putra.

Lebih jauh, Alex A. Putra menyebut sikap PT ACR yang tidak menanggapi somasi dan mengabaikan penyelesaian secara damai sebagai bentuk arogansi korporasi. Dirinya mengingatkan bahwa modernitas digital tidak boleh menjadi tameng untuk lari dari tanggung jawab kemanusiaan.

“Jangan sampai mereka menjadi simbol dari kebal hukum hanya karena berlindung di balik kemasan digital dan istilah kerja modern”, tutup Alex A. Putra.

Kasus Sekar Ayunda dipandang sebagai ujian nyata bagi negara dan dunia ketenagakerjaan Indonesia dalam menghadapi transformasi digital. Di tengah tren kerja fleksibel dan remote, muncul pertanyaan besar, apakah perlindungan hukum bagi pekerja akan mengikuti zaman, atau justru tertinggal dan membiarkan para pekerja muda menjadi korban eksploitasi yang dibungkus modernitas ?.

Kini, seluruh mata tertuju pada proses hukum di PHI dan respons pemerintah terhadap desakan regulasi kerja remote yang semakin mendesak. (alap)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like