IAWNews.com – Film Nyanyian Sunyi Dalam Rantang karya sutradara kawakan Garin Nugroho resmi menggelar gala premiere di CGV Grand Indonesia, Jumat (09/05/2025). Bukan sekadar hiburan, film ini hadir sebagai seruan moral yang lantang, mengajak publik merenungi realitas hukum dan korupsi di Indonesia.
Dirilis bertepatan dengan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024, film ini sudah mencatat prestasi dengan lolos seleksi di ajang bergengsi International Film Festival Rotterdam (IFFR) ke-54 di Belanda. Namun, di balik gemerlapnya festival internasional, Nyanyian Sunyi Dalam Rantang menyimpan misi yang jauh lebih dalam membangkitkan kesadaran kolektif tentang ketidakadilan hukum yang seringkali “tajam ke bawah” dan tumpul ke atas.

Menurut sang sutradara, Garin Nugroho, film Nyanyian Sunyi Dalam Rantang dibuat bukan untuk sekadar menjadi tontonan, melainkan untuk membongkar persoalan laten yang selama ini membebani rakyat kecil.
“Film ini wajib dibuat agar jadi pernyataan tegas, bukan propaganda, tapi kenyataan yang bisa direnungkan bersama”, kata Garin Nugroho dalam konferensi pers usai pemutaran perdana.
Pemeran utama film Nyanyian Sunyi Dalam Rantang, Della Dartyan, yang memerankan Puspa seorang pengacara yang membela kaum sederhana mengaku bangga bisa menjadi bagian dari film ini. Baginya, karakter Puspa adalah simbol harapan di tengah sistem hukum yang kerap memihak kepada yang kuat.

“Rantang ini simbol bahwa hukum itu masih ada di negeri ini, walau kecil. Dengan tekad, kita bisa ikut mencegah korupsi,” tutur Della Dartyan dengan penuh semangat.
Sementara itu Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Aminudin, menambahkan bahwa film ini sengaja dikemas sederhana agar mudah dicerna oleh masyarakat luas. Ia juga mengisyaratkan rencana lanjutan untuk memproduksi film serupa yang menggambarkan hukum Indonesia yang lebih adil: “Mudah-mudahan kita bisa buat film lagi yang hukum kita ini juga tajam ke atas.”
Nyanyian Sunyi Dalam Rantang bukan hanya kisah fiksi, tetapi cermin dari realitas getir yang dialami oleh banyak warga Indonesia. Dengan narasi yang kuat, film ini mengangkat suara-suara yang kerap tenggelam di balik hiruk-pikuk politik dan pemberitaan arus utama.
Garin Nugroho memilih menampilkan kasus-kasus hukum yang menimpa kaum marginal, sehingga film Nyanyian Dalam Rantang terasa autentik dan relevan. Ending-nya pun bukan sekadar happy ending ala propaganda, melainkan ajakan kontemplatif bagi penonton untuk bertanya sejauh mana kita ikut andil dalam melawan ketidakadilan ?.

Secara sinematik, film ini memeluk penonton dengan visual yang puitis namun tetap menyayat. Della Dartyan tampil meyakinkan sebagai Puspa, figur yang rapuh tapi memiliki bara semangat yang tak pernah padam. Kekuatan film ini terletak pada keberaniannya menyodorkan realitas, tanpa menggurui, dan justru mengundang empati.
Ditonton oleh jajaran pimpinan KPK, awak media, dan publik yang memadati bioskop, film Nyanyian Sunyi Dalam Rantang menjadi otokritik yang tajam bagi para pejabat negara agar berbenah. Gala premiere malam itu terasa lebih dari sekadar pemutaran film, ini adalah deklarasi budaya bahwa perang melawan korupsi harus terus digelorakan lewat berbagai medium, termasuk seni film.
Dengan pesan kuat, penyutradaraan berani, dan akting yang solid, Nyanyian Sunyi Dalam Rantang layak disebut sebagai karya yang bukan hanya harus ditonton, tapi juga direnungkan oleh siapa saja yang peduli pada masa depan keadilan di Indonesia. (tyo)