IAWNews.com – Serikat Pekerja Mandiri (SPM) mendesak pemerintahan Prabowo Subianto untuk lebih bijaksana dalam mengambil keputusan terkait polemik Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Sekretaris Jenderal SPM, Gatot Sugiana, menegaskan bahwa kebijakan yang diambil pemerintah harus mempertimbangkan nasib para pekerja yang menggantungkan hidupnya di kawasan tersebut.
“Sebab hal ini akan berpengaruh pada kalangan pekerja yang menggantungkan hidup di Pantai Indah Kapuk (PIK). Kami meminta agar polemik Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 tidak membuat mereka menjadi korban”, kata Gatot Sugiana saat berbicara kepada wartawan pada Jumat (14/02/2025).
Menurut Gatot Sugiana, konflik terkait proyek ini lebih banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik daripada persoalan riil yang dihadapi masyarakat dan pekerja di lapangan. “Masalah PIK 2 ini kental dengan politisasi dalam pertarungan mereka yang punya kuasa. Kami hanya ingin memastikan agar para pekerja di PIK 2 tidak kehilangan pekerjaan”, imbuhnya.
Senada dengan Gatot Sugiana, Ketua Gerakan Mahasiswa Hukum (GEMAH), Badrun Atnangar, juga menyoroti adanya politisasi dalam konflik agraria yang terjadi di area proyek PIK 2. Menurutnya, pengembang PT Agung Sedayu justru menjadi korban kampanye negatif dari pihak-pihak yang belum menerima hasil Pemilu 2024.
“Inilah fakta yang kami kumpulkan di lapangan. Bahwa kampanye negatif tersebut tidak berdasarkan kondisi nyata yang dialami oleh warga terdampak proyek”, kata Badrun Atnangar.
Salah satu warga terdampak, Samid, mengaku telah menerima ganti rugi dan pindah ke lokasi relokasi yang lebih baik. “Langganan banjir rob, surutnya semakin ke sini semakin lama. Makanya pindah ke sini, tempatnya lebih tinggi dan sudah tidak banjir lagi”, ujarnya.
Samid menerima ganti rugi bangunan sebesar Rp 3,5 juta per meter dengan total Rp 300 juta, yang kemudian digunakannya untuk membangun rumah baru dan membuka warung. Senada dengan Samid, Bawani (50) juga menerima ganti rugi yang sama dan merasa lebih nyaman di tempat relokasi baru.
Kepala Desa Muara, Syarifudin, mengungkapkan bahwa dari 180 kepala keluarga (KK) yang terdampak proyek PIK 2, 80 persen sudah pindah ke lokasi relokasi yang disediakan pengembang. “Lahan seluas 5 hektar telah disiapkan untuk menampung warga yang terdampak. Relokasi ini dilakukan berdasarkan kesepakatan warga dan pengembang, serta berjalan secara bertahap”, jelasnya.
Syarifudin juga membantah tuduhan bahwa pengembang PIK 2 melakukan pembebasan lahan dengan harga murah dan secara intimidatif. “Tidak benar bahwa PT Agung Sedayu mengganti rugi lahan warga hanya Rp 50 ribu per meter. Faktanya, harga yang diberikan jauh di atas Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)”, tegasnya.
Ditambahkan oleh Syarifudin bahwa proses pembebasan lahan juga menghadapi tantangan dari calo dan makelar tanah yang mencoba membeli lahan warga dengan harga murah untuk dijual kembali kepada pengembang dengan harga lebih tinggi. “Tuduhan intimidasi justru dilakukan oleh calo-calo yang bekerja sama dengan oknum aparat desa”, ujarnya.
Selain itu, warga yang telah menerima ganti rugi juga diberikan kesempatan untuk tetap memanfaatkan lahan yang belum dibangun oleh pengembang melalui mekanisme pinjam pakai. “Pemilik lahan masih bisa menggunakannya sebagai persawahan atau tambak ikan dengan seluruh hasilnya dinikmati sendiri”, pungkas Syarifudin.
Dengan berbagai fakta yang terungkap, Serikat Pekerja Mandiri dan warga berharap agar pemerintah tidak terpengaruh oleh kampanye negatif yang dapat merugikan pekerja di kawasan PIK 2. Mereka meminta agar proyek tetap berjalan dengan mempertimbangkan kesejahteraan pekerja dan masyarakat sekitar. (alx)